Kisah Kerajaan Tulang Bawang
Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang berdirinya kerajaan Tulang Bawang, ada yang menyatakan pada abad ke IV/V, dan ada pula yang mengirakan pada abad ke V/VI M .
Dalam sejarah kebudayaan dan perdagangan di Nusantara, Tulang Bawang digambarkan merupakan salah satu kerajaan tertua di Indonesia, disamping kerajaan Melayu, Sriwijaya, Kutai, dan Tarumanegara. Meskipun belum banyak catatan sejarah yang mengungkapkan keberadaan kerajaan ini, namun catatan Cina kuno menyebutkan pada pertengahan abad ke-4 seorang pejiarah Agama Budha yang bernama Fa-Hien, pernah singgah di sebuah kerajaan yang makmur dan berjaya, To-Lang P'o-Hwang (Tulang Bawang) di pedalaman Chrqse (pulau emas Sumatera).
Demikian juga tentang tempat Kerajaan ini, satupun ahli belum dapat memberikan ketetapan yang sebenarnya, ada yang mengatakan di Sungai Tulang Bawang ada yang menyebutkan tidak jauh dari kota menggala atau sekitarnya, begitu juga mengenai Raja Tulang Bawang pada abad ke V/VI adalah siapa, hingga detik ini belum juga didapat oleh para ahli sejarah maupun oleh para ahli sejarah maupun oleh para ahli Ethnologi / ilmu Bangsa-Bangsa.
Dapat dikatakan Kerajaan ini mempunyai ciri-ciri khas, sifat-sifat khusus dari kerajaan-kerajaan lainnya di Indonesia ini, karena Rajanya siapa, tempat Kratonnya dimana dan bekas–bekas peninggalannya tiada satupun yang ditemukan, maka dari itu dikatakan Kerajaan Tulangbawang adalah dari pada Kerajaan lain yang mempunyai cirri-ciri khas, sifat-sifat khusus dan sebagainnya.
Menurut keterangan diperkirakan Kerajaan ini terletak dihulu kota Menggala di Pedukuhan yaitu dihadapan Kampung Pagar Dewa yang sekarang. Kisah konon menyebutkan demikian antara lain :
*Sungai Tulang Bawang itu dimulai dari Pagar Dewa sekarang sampai muaranya, yaitu Kampung Teladas/Dente dan dari Pagar Dewa ke Way Kanan sampai dengan Bedarau berbatas dengan Negeri Basar dan dari Pagar Dewa ke way Kiri sampai dengan Tabu Kayu berbatas dengan Negeri Jungkarang.
*Pada sekitar abad ke XIII M. ada Poang/Poyang yang bernama Runjung gelar Minak Tabu Gayau, beliau mempunyai 3 orang putra yaitu :
1. Tuan Rio Mangku Bumi,
2. Tuan Rio Tengah
3. Tuan Rio Sanak
Ketiga-tiga orang ini menurut cerita orang-orang tua mereka menerima warisan dari orang tua mereka yang bernama Runjung , antara lain Tuan Rio Mangku Bumi mendapat tanah, Tuan Rio Tengah menerima senjata dan yang bungsu Tuan Rio Sanak mendapat emas.
Setelah waris ini mereka terima, maka mereka bertempat masing-masing, Tuan Rio Mangku Bumi di Pagar Dewa dahulu (pendukuhan) , Tuan Rio Tengah di Menggala, dan Tuan Rio Sanak di Panaragan.
Adapun makam-makam mereka ini ada ditempatnya masing-masing Tuan Rio Mangku Bumi ada di Pagar Dewa sekarang , Tuan Rio Tengah ada di Meresou dan Tuan Rio Sanak ada di Gunung Jekawi Panaragan.
Apa sebabnya Tuan Rio Tengah makamnya ada di Meresou, tidak di Kampungnya Menggala, karena pada masa itu beliau menepatkan pemeriksaan musuh-musuh di Meresou, sebab di masa Tuan Rio Mangku Bumi menyerang Palembang dipusatkan di Panaragan, sedangkan Pagar Dewa pusat pertahanan terakhir dan Menggala adalah Staf kekuasaan kekuatan, yang kesemuanya di bawah pengawasan Tuan Rio Tengah dibidang pertahanan
Demikian juga tentang tempat Kerajaan ini, satupun ahli belum dapat memberikan ketetapan yang sebenarnya, ada yang mengatakan di Sungai Tulang Bawang ada yang menyebutkan tidak jauh dari kota menggala atau sekitarnya, begitu juga mengenai Raja Tulang Bawang pada abad ke V/VI adalah siapa, hingga detik ini belum juga didapat oleh para ahli sejarah maupun oleh para ahli sejarah maupun oleh para ahli Ethnologi / ilmu Bangsa-Bangsa.
Dapat dikatakan Kerajaan ini mempunyai ciri-ciri khas, sifat-sifat khusus dari kerajaan-kerajaan lainnya di Indonesia ini, karena Rajanya siapa, tempat Kratonnya dimana dan bekas–bekas peninggalannya tiada satupun yang ditemukan, maka dari itu dikatakan Kerajaan Tulangbawang adalah dari pada Kerajaan lain yang mempunyai cirri-ciri khas, sifat-sifat khusus dan sebagainnya.
Menurut keterangan diperkirakan Kerajaan ini terletak dihulu kota Menggala di Pedukuhan yaitu dihadapan Kampung Pagar Dewa yang sekarang. Kisah konon menyebutkan demikian antara lain :
*Sungai Tulang Bawang itu dimulai dari Pagar Dewa sekarang sampai muaranya, yaitu Kampung Teladas/Dente dan dari Pagar Dewa ke Way Kanan sampai dengan Bedarau berbatas dengan Negeri Basar dan dari Pagar Dewa ke way Kiri sampai dengan Tabu Kayu berbatas dengan Negeri Jungkarang.
*Pada sekitar abad ke XIII M. ada Poang/Poyang yang bernama Runjung gelar Minak Tabu Gayau, beliau mempunyai 3 orang putra yaitu :
1. Tuan Rio Mangku Bumi,
2. Tuan Rio Tengah
3. Tuan Rio Sanak
Ketiga-tiga orang ini menurut cerita orang-orang tua mereka menerima warisan dari orang tua mereka yang bernama Runjung , antara lain Tuan Rio Mangku Bumi mendapat tanah, Tuan Rio Tengah menerima senjata dan yang bungsu Tuan Rio Sanak mendapat emas.
Setelah waris ini mereka terima, maka mereka bertempat masing-masing, Tuan Rio Mangku Bumi di Pagar Dewa dahulu (pendukuhan) , Tuan Rio Tengah di Menggala, dan Tuan Rio Sanak di Panaragan.
Adapun makam-makam mereka ini ada ditempatnya masing-masing Tuan Rio Mangku Bumi ada di Pagar Dewa sekarang , Tuan Rio Tengah ada di Meresou dan Tuan Rio Sanak ada di Gunung Jekawi Panaragan.
Apa sebabnya Tuan Rio Tengah makamnya ada di Meresou, tidak di Kampungnya Menggala, karena pada masa itu beliau menepatkan pemeriksaan musuh-musuh di Meresou, sebab di masa Tuan Rio Mangku Bumi menyerang Palembang dipusatkan di Panaragan, sedangkan Pagar Dewa pusat pertahanan terakhir dan Menggala adalah Staf kekuasaan kekuatan, yang kesemuanya di bawah pengawasan Tuan Rio Tengah dibidang pertahanan
Sampai saat ini belum ada yang bisa memastikan pusat kerajaan Tulang Bawang, namun ahli sejarah Dr. J. W. Naarding memperkirakan pusat kerajaan ini terletak di hulu Way Tulang Bawang (antara Menggala dan Pagardewa) kurang lebih dalam radius 20 km dari pusat kota Menggala.
Seiring dengan makin berkembangnya kerajaan Che-Li-P'o Chie (Sriwijaya), nama dan kebesaran Tulang Bawang sedikit demi sedikit semakin pudar. Akhirnya sulit sekali mendapatkan catatan sejarah mengenai perkembangan kerajaan ini.
Ketika Islam mulai masuk ke bumi Nusantara sekitar abad ke-15, Menggala dan alur sungai Tulang Bawang yang kembali marak dengan aneka komoditi, mulai kembali di kenal Eropa. Menggala dengan komoditi andalannya Lada Hitam, menawarkan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan komoditi sejenis
yang didapat VOC dari Bandar Banten. Perdagangan yang terus berkembang, menyebabkan denyut nadi Sungai Tulang Bawang semakin kencang, dan pada masa itu kota Menggala dijadikan dermaga "BOOM", tempat bersandarnya kapal-kapal dari berbagai pelosok Nusantara, termasuk Singapura.
Perkembangan politik Pemerintahan Belanda yang terus berubah, membawa dampak dengan ditetapkanya Lampung berada dibawah pengawasan langsung Gubernur Jenderal Herman Wiliam Deandles mulai tanggal 22 November 1808. Hal ini berimbas pada penataan sistem pemerintahan adat yang merupakan salah satu
upaya Belanda untuk mendapatkan simpati masyarakat.
yang didapat VOC dari Bandar Banten. Perdagangan yang terus berkembang, menyebabkan denyut nadi Sungai Tulang Bawang semakin kencang, dan pada masa itu kota Menggala dijadikan dermaga "BOOM", tempat bersandarnya kapal-kapal dari berbagai pelosok Nusantara, termasuk Singapura.
Perkembangan politik Pemerintahan Belanda yang terus berubah, membawa dampak dengan ditetapkanya Lampung berada dibawah pengawasan langsung Gubernur Jenderal Herman Wiliam Deandles mulai tanggal 22 November 1808. Hal ini berimbas pada penataan sistem pemerintahan adat yang merupakan salah satu
upaya Belanda untuk mendapatkan simpati masyarakat.
Pemerintahan adat mulai ditata sedemikian rupa, sehingga terbentuk Pemerintahan Marga yang dipimpin oleh Kepala Marga (Kebuayan). Wilayah Tulang Bawang sendiri dibagi dalam 3 kebuayan, yaitu Buay Bulan, Buay Tegamoan dan Buay Umpu (tahun 1914, menyusul dibentuk Buay Aji).
Sistem Pemerintahan Marga tidak berjalan lama, dan pada tahun 1864 sesuai dengan Keputusan Kesiden Lampung No. 362/12 tanggal 31 Mei 1864, dibentuk sistem Pemerintahan Pesirah. Sejak itu pembangunan berbagai fasilitas untuk kepentingan kolonial Belanda mulai dilakukan termasukdi Kabupaten Tulang Bawang.
Pada zaman pendudukan Jepang, tidak banyak perubahan yang terjadi di daerah yang dijuluki "Sai Bumi Nengah Nyappur” ini. Dan akhirnya sesudah Proklamasi kemerdekaan RI, saat Lampung ditetapkan sebagai daerah Keresidenan dalam wilayah Propinsi Sumatera Selatan, Tulang Bawang dijadikan wilayah Kewedanaan.
0 komentar:
Posting Komentar